Suntikan Dopamin Melalui Media Sosial

Dalam era digital yang semakin maju, kita telah menjadi saksi dari fenomena yang semakin menonjol, kecanduan dopamine melalui penggunaan social media. Fenomena ini menyoroti peran penting dopamine dalam fungsi otak kita dan bagaimana social media menjadi salah satu sumber utama stimulus yang memicu produksi dopamine.

Apa Itu Kecanduan Dopamin?

Dopamine adalah neurotransmitter yang memiliki peran penting dalam merespons rangsangan dan memberikan rasa kenikmatan serta motivasi. Namun, ketika seseorang terlalu tergantung pada stimulus yang meningkatkan produksi dopamine, maka terjadilah kecanduan dopamine.

Kondisi ini sering kali menyebabkan hilangnya kendali atas perilaku seseorang, yang pada gilirannya dapat memiliki dampak yang serius pada kesehatan mental dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Kecanduan dopamine sering kali terkait dengan stimulus eksternal, seperti social media. Dalam era di mana teknologi digital semakin mendominasi interaksi manusia, social media menjadi salah satu sumber utama stimulus yang memicu produksi dopamine

Fitur-fitur yang dirancang khusus pada platform-platform social media secara efektif memanipulasi respons dopamin, menciptakan lingkungan yang membuat pengguna cenderung terus menerus terlibat.

Dalam konteks penggunaan social media, pengaruh kecanduan dopamine menjadi semakin nyata. Banyaknya waktu yang dihabiskan di social media dapat mengganggu keseimbangan kesehatan mental seseorang dan bahkan menyebabkan gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. 

Sumber Utama Dopamine

Dalam kehidupan sehari-hari, social media telah menjadi bagian tak terpisahkan dari interaksi manusia. Berbagai platform social media menawarkan fitur-fitur yang dirancang secara khusus untuk memicu respons dopamin dalam otak penggunanya. Contohnya, notifikasi yang muncul secara teratur dengan berbagai informasi baru, seperti pemberitahuan tentang komentar, like, atau pesan masuk, memberikan sensasi gratifikasi seketika yang memicu produksi dopamine.

Begitu juga dengan “likes” atau tanda penghargaan virtual lainnya yang diberikan kepada postingan seseorang, yang memberikan rasa puas dan pengakuan yang dapat meningkatkan perasaan bahagia dan puas.

Tidak hanya itu, fitur “scrolling” yang tak berujung pada beranda atau feed social media juga merupakan contoh lainnya. Aktivitas ini sering kali dilakukan tanpa batas waktu dan tanpa tujuan yang jelas, namun memberikan sensasi memuaskan bagi pengguna saat menemukan konten yang menarik atau mendapat respon positif dari konten yang mereka bagikan.

Selain itu, konten-konten berupa gambar atau video yang viral atau kontroversial, termasuk konten pornografi, sering kali menjadi daya tarik utama yang meningkatkan keterlibatan dan respons dari pengguna, yang pada gilirannya memperkuat efek dopamin.

Studi menunjukkan bahwa penggunaan social media yang berlebihan dapat menyebabkan kecanduan dopamine. Misalnya, pengguna yang menghabiskan berjam-jam untuk mengonsumsi konten-konten yang memicu dopamine, seperti berita sensasional, video lucu, atau bahkan konten pornografi, cenderung menjadi terlalu tergantung pada sensasi gratifikasi yang diberikan oleh social media. Akibatnya, hal ini dapat mengganggu keseimbangan kesehatan mental dan kesejahteraan individu, meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan kecanduan.

Efek Samping Kecanduan Dopamin

Kecanduan dopamine melalui social media dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental dan kualitas hidup seseorang. Banyaknya waktu yang dihabiskan di social media dapat mengganggu pola tidur, mempengaruhi hubungan sosial, dan bahkan menurunkan tingkat produktivitas seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Ahn et al. (2016) menemukan bahwa penggunaan social media yang berlebihan berhubungan dengan gangguan tidur yang lebih rendah dan kualitas tidur yang buruk. Selain itu, sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Adolescent Health pada tahun 2019 menemukan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial memiliki risiko dua kali lipat mengalami depresi dan kecemasan dibandingkan dengan mereka yang menghabiskan waktu kurang dari satu jam sehari.

Penelitian juga menunjukkan bahwa kecanduan social media dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.

Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Abnormal Psychology pada tahun 2017, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berkontribusi pada peningkatan risiko gangguan kecemasan dan depresi pada remaja dan dewasa muda. Temuan ini menyoroti pentingnya kesadaran akan dampak negatif kecanduan social media terhadap kesehatan mental.

Cara Mencegah Kecanduan

Untuk mengelola kecanduan dopamine dari social media, ada beberapa langkah praktis yang dapat diambil. Pertama, individu perlu mengenali pola perilaku yang menyebabkan kecanduan dan mencari bantuan profesional jika diperlukan. 

Selain itu, penting untuk menerapkan batasan waktu dan membuat jadwal penggunaan social media yang sehat. Disiplin diri dan pengelolaan waktu yang baik merupakan kunci dalam mengurangi ketergantungan pada social media. 

Atau, mencari alternatif hiburan dan kegiatan yang memberikan kepuasan tanpa harus bergantung pada social media juga merupakan langkah yang penting dalam mengatasi kecanduan tersebut.

Kecanduan dopamine melalui social media merupakan masalah yang serius dalam masyarakat modern. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang apa itu kecanduan dopamine dan bagaimana social media memainkan peran penting dalam memperkuatnya, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengelola penggunaan social media secara sehat dan seimbang.

Penting untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya kecanduan dopamine dan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan demikian, kita dapat menghadapi tantangan dan peluang kedepan dalam mengelola penggunaan social media secara bijaksana demi kesehatan mental dan kesejahteraan yang lebih baik.

Comments are closed.